Cerpen
cerpen...
vano bukan juno si psIco
S
udah jam 1 siang dan aku belum juga beranjak dari sepetak ruangan berukuran 100 x100 cm dengan seperangkat computer yang mereka beri nama warnet itu. Agak panas di sini, mungkin karena tak ada pendingin ruangan ataupun AC. Meski begitu, nyatanya aku betah berlama-lama di depan computer sampai 1 jam, itu karena dari monitor yang pudar warna putihnya sehingga berwarna krem, aku bisa melihat sosoknya dari dunia maya bukan lagi di koridor sekolah ataupun di depan WC cowok yang bau. Tentu saja bau pesing tercium disana. Baunya menusuk setiap hidung yang sengaja maupun yang tidak sengaja lewat di depan pintu toilet.
Akhirnya...
dia menerima permintaan pertemananku. Jujur, awalnya aku memanfaatkan facebook untuk mencari teman-teman lama, ngga lebih. Tapi, lama kelamaan otakku bosan dengan komentar teman, menerima atau meminta orang lain untuk menjadi teman ataupun puluhan permintaan lainnya yang tidak lebih penting dari pelajaran fisika bahkan kimia. Entah sejak kapan aku jadi lebih sering membuka situs pertemanan dan malas dengan rumus-rumus yang lebih dari 3 tahun menjadi teman paling ampuh melupakan cowok teater itu. Sekarang, aku menemukannya, seseorang yang sudah aku buntuti selama 2 tahun 11 bulan. Besok, aku harap dihari ke 28 di bulan Juni, dia bisa menerima undanganku untuk bergabung besama komunitas bongkar jiwa. Sebuah komunitas yang membiarkan setiap anggotanya membongkar jiwa sebebas-bebasnya lewat puisi. Meski aku sudah tau dia ngga akan menerima permintaan semacam itu. Tapi aku sudah memulai sesuatu dengan tidak gegabah ataupun bodoh. Setidaknya aku ngga ngelakuin hal seperti yang Reny Yulianti lakuin, gadis belia nan cantik itu dengan percaya dirinya menulis kata-kata ”slam knal y, ak nak Unpad smester 1, he he… ngga nanya ya?kmu nax mn?...”pada dinding seorang Reivano Ramadhan. Aku hanya bisa tertawa kecil setelah membacanya, tulisan yang terlalu klise dan murah kataku dalam hati. Seharusnya aku bisa lebih keras menertawainya tapi aku takut orang disebelah menganggapku gila. Bisa dipastikan Vano akan membalasnya dengan nada yang bersemangat meski setelahnya ngga, karena cewek yang agresif ku tahu bukan tipe seorang Reivano yang lahir tanggal 17 Januari 1991 di sebuah kota kecil bernama Cimahi.
Cimahi, kota kecil yang menyimpan tidak sedikit keajaiban.
Di sana cewek bernama Dita telah menamatkan sekolahnya disebuah SMP berstandar Nasional, sepertinya. Anaknya agak aneh, karena setiap upacara bendera dia selalu saja lupa membawa topi sampai harus bersembunyi di toilet , kolong bangku, UKS, belakang perpus, dan di bawah mimbar masjid, untuk menghindari hukuman berkeliling lapangan selama 7 kali sambil meneriakkan “aku Dita Appriliani kelas 3 F ngga akan lupa membawa topi lagi “ , dan yang anehnya lagi ,dia ngga pernah ketahuan selama lebih dari 3 tahun. Kebiasaan itu atau lebih tepatnya keanehan itu berlanjut sampai dia bersekolah disebuah SMA yang masih berada di kota yang terkenal dengan dendeng jantung pisang itu.
Gerbang sekolah, tiga tahun silam
Moment apa sih yang paling diingat saat masa-masa sekolah dulu? mungkinkah salah satunya ospek atau sekarang mereka menyebutnya MOS alias Masa Orientasi Siswa. Ajang “pelampiasan”kakak kelas kepada adik kelasnya yang engga tau apa-apa, lemah seperti anak kucing dengan matanya yang lugu dan lucu. Pasti akan membosankan jika kita membahas ospek karena dari tahun ke tahun pasti kejadiannya tak jauh dari perkenalan dan pengenalan fasilitas sekolah dihari pertama, guru-guru menjelaskan tentang wawasan wiyata mandala dihari kedua, dan dihari ketiganya dimeriahkan pertunjukkan pentas seni perwakilan setiap gugus sebelum pembagian kelas dan penutupan. Tak lupa, para siswa cewek wajib mengepang rambutnya 25 bagian dengan pita warna warni sambil membawa balon warna pink sedangkan cowok harus berambut cepak dan memakai celana pendek biru 5 cm diatas lutut sambil membawa balon warna senada alias biru. Satu kata, membosankan. Tapi kali ini beda, aku menemukan sesosok pria kecil yang duduk dengan serius mendekap kedua kakinya. Mataku hampir tak berkedip dibuatnya. Belum pernah aku merasakan jantung yang hampir copot ketika MOS. Rasanya sendiri seperti pertamakali merasakan manis permen saat masih kecil. Tapi setelah aku menceritakan itu pada Rini (temanku) dia menyebutku, lebay!. What?!
Sudah jam 2 siang dan sudah Rp 4.000 sudah aku habiskan hanya dengan duduk 2 jam di depan computer. Setelah mengingat masa lalu , aku jadi tergoda membagi cerita dari masa-masa tak terlupakan itu dengan Rini. Penting bagiku memberitahu Rini tentang Reivano yang mengisi statusnya “berpacaran dengan Amanda Kartika”. Pastinya cewek itu adalah anak SMA 3,berekskul sama dengan Vano. Aku kenal anak-anak SMA 3, apalagi mantan dan orang-orang terdekat Reivano. Sekedar informasi bahwa dia bukan tipe orang yang harus berpacaran dengan wanita cantik tapi dia menyukai tipe seperti aku, yang cerdas, berekskul ‘logika’ dan kandidat pada pemilihan ketua osis, tak lupa nominasi siswa paling berbakat pada dies natalis SMA 3. Namun dua kekuranganku, selalu lupa membawa topi saat upacara bendera senin pagi dan obesitas.
Reivano Ramadhan. Aku jadi teringat malam itu, hari Senin tanggal 28 Juni, satu tahun lalu.. Malam itu adalah malam perpisahan kelas 2 setelah dinyatakan naik kekelas 3. Sangat mengecewakan karena baru pertama kalinya sejak 10 tahun terakhir, aku gagal mendapatkan peringkat satu. Parahnya, sampai awal kelas 3 ini aku belum sekalipun berbicara dengan Vano, wajar karena kami ngga saling kenal. Aku hanya bisa memandangnya seperti bintang yang menghiasi langit malam dan berharap jatuh supaya aku dapat satu keinginan yang kemudian hari bisa terwujud. Mitos yang aku tahu menyimpan kebohongan tapi malam itu aku kesepian, mungkin sedikit kebohongan bisa menghibur Tapi, mana ada bintang yang segera jatuh setelah aku suruh. Namun aku salah, ada bintang jatuh tepat di atasku. Ngga lucu, aku bilang. Tapi, diam-diam dalam hati, aku meminta sebuah keinginan setelah bintang itu jatuh.
“Dita ingin bisa mengenal Vano, anak teater itu…..besok, pas pertama kali masuk sekolah”,tapi menurutku mustahil bisa mengenalnya dalam waktu 1x24 jam.
Maka aku putuskan menganulir permintaan tadi menjadi “setahun setelah permintaan, aku harap bisa mengenalnya, Reivano. Mungkin saking putus asanya, aku menjadi orang yang irasional. Padahal katanya sih aku cewek yang paling rasional, buktinya nilai fisika atau kimia bahkan matematikaku tak akan kurang dari nilai 8,75. Aku khawatir nilaiku turun, karena aku mulai bosan dengan hukum Archimedes dan sejenisnya serta lebih mempercayai keajaiban bintang jatuh.
Satu hari kemudian
Hari pertama masuk masih diawali dengan upacara bendera. Ajaibnya kali ini aku ngga lupa membawa topi.
“Dit, kamu ngga lupa bawa topi lagi!’, kata seorang temanku.
“Iya ya…ko bisa, aku juga heran”.
“Kamu ngga apa-apakan?”,temanku bertanya sambil menyentuh jidatku.
Ternyata mamaku ngga biasanya memeriksa tasku sebelum sekolah dan menyelipkan topi yang sebenarnya ngga mau aku bawa karena bau. Topi itu sudah kecemplung got depan sekolah dan aku lupa mencucinya. Untung air gotnya bening, tapi baunya seperti pesing anjing. Sebenarnya, Rini sudah janji meminjamkan topi yang lebih layak buatku sehingga aku ngga memakai topi yang hampir 1 tahun ngga dicuci itu. Tiba-tiba bel berbunyi, tanda upacara akan segera dimulai. Anak-anak berlarian takut terlambat karena hukuman bagi yang terlambat adalah membersihkan toilet cowok. Semua siswa tahu, bahwa berlama-lama ditempat itu bukan menyebabkan kanker dan impotensi, serangan jantung, apalagi mengganggu kehamilan dan janin tapi bisa lebih parah dari itu. Makanya, siswa tak akan sepertigadetikpun terlambat, sehingga mereka berlarian di koridor tempatku berjalan. Tiba-tiba seorang menabrakku dari belakang.
“Awchhh, sa…kit…”,aku meraung manja seperti kucing.
“Sorry…sorry…”
Saat aku menyadarkan pandangan, aku lihat matanya yang tak asing. Dia Vano kan?, bahkan aku ngga begitu percaya itu Vano. Matanya terlalu hitam sehingga membuat mataku binar.
“Ngga apa-apa ko…”
“Eh, kamu punya topi dua ngga?pinjem dong…ak ngga bawa nih…”
Kasempatan yang mengasyikkan. Sangat jarang bagiku mendapat keberuntungan dihari pertama sekolah. Tentunya ngga sedikitpun aku sia-siakan. Setidaknya meminjami topi dan membuatnya berterimakasih padaku bukan sesuatu yang buruk.
“Kebetulan, nih pake aja punya aku, temen aku bawa dua ko…”
“Pinjem yah, ntar udahnya aku kembaliin!”, dia pergi sebelum aku sempat memperkenalkan diri dan diapun ngga mengucap terimakasih lalu langsung pergi. Sial!!
Seorang Vano berbicara empat mata dengan seorang Dita. It’s miracle. Tapi aku khawatir dengannya, karena mungkin saja dia pingsan beberapa menit setelah memakai topi yang bau pesing anjing itu. Ngga apa-apa kali ya, mungkin dia kira itu aroma parfum nenekku.
“si Rini mana yah?,tumben dia telat”
Lalu Gino datang menghampiriku.
“No,Liat Rini ngga?”
“Teu Dit?emang kunaon?(ngga Dit?emang kenapa)
“Kamu punya topi dua ngga?
“henteu euy….urang oge teu mawa topi..poho ”(ngga nih…..aku juga ngga bawa topi…lupa)
“Ya udah makasih ya…”, akupun mulai resah dan mencari ide untuk bersembunyi lagi. Ngga lucu kalo aku harus dihukum bersama Gino, salah satu siswa paling dicari di sekolah karena diduga terlibat kasus pencurian helm.
Aku masih menunggu Rini, yang menjanjikan topi baru. Beberapa saat setelah ada pengumuman kalau upacara akan segera dimulai, aku mendapat SMS dari Rini.
“Dit, aku lagi sakit nih….,bilangin ke piket ya..ntar suratnya nyusul “, aku membacanya dengan wajah pucat pasi seperti halnya mendapat nilai 6 untuk mata pelajaran kimia.
Sudah jam 06.30 lewat 3 dan aku ngga mungkin mengikuti upacara karena sudah lewat tenggat waktu keterlambatan. Tapi aku bingung harus bersembunyi dimana. UKS sangat penuh, aku tahu. Setiap kelas pasti sudah dijaga beberapa guru, belakang perpus bau tai kucing, dibawah mimbar mesjid sepertinya paling aman tapi di sana katanya angker . Satu-satunya tempat yang aman adalah di toilet. Namun sial, penjaga sekolah belum membersihkannya. Ngga apa-apa deh. Malang benar nasibku, sebelum aku sampai di dalam toilet, guru BK sudah mencium kelakuanku dan membawaku kedepan lapangan, mempertontonkan wajah yang malu ini pada sekitar 985 murid. Tapi tak apa, setidaknya aku pernah merasakan menjadi wanita terpopuler di sekolah walaupun dengan cara yang tidak biasa yaitu mengelilingi lapangan upacara sebanyak 8 kali dan meneriakkan “aku Dita Appriliani kelas 3 B, ngga akan lupa membawa topi lagi’ . Pasti Vano kaget dan kagum tapi orang tuaku pasti akan memotong uang jajan 80% dan menyuruhku les kepribadian serta balet. Mungkinkah ada penari balet segemuk aku?
Sudah jam 3 sore dan aku masih menulis pada “catatanku”. Lalu aku sangat kaget karena sudah menghabiskan uang sebesar Rp 12.000. Meski begitu, aku sangat puas bisa melihat foto Vano walau dia berciuman dengan Amanda, cewek yang menurutku terlalu cantik dan langsing bagi seorang Vano. Akupun beranjak dari computer karena sebal.
Hari ini
Tanggal 28 Juni. Aku mengawalinya dengan membaca SMS dari Rini. Dia mengabariku kalo aku dan dia diterima di UNPAS. Senangnya.
Hari ini sungguh aneh. Pertama, aku membaca zodiac dan menyebutkan bahwa,”kamu akan menemukan cinta yang sudah lama hilang”, padahal mantan pacarku yang pertama yaitu Juno, sudah aku putusin 6 bulan lalu dan dia mustahil kembali padaku karena dia lebih menyukai hamsternya daripada pacarnya sendiri. Malah menurutku dia punya gangguan psikis, terbukti dengan menyuruhku makan makanan hamster atau memanggilku Cika, nama hamsternnya. Selama ini aku bertahan dengannya selama 3 bulan bukan karena cinta, mungkin karena aku ngga mau dicap sebagai cewek ngga laku. Kedua, aku bermimpi mendapatkan tubuh yang ideal dengan cara sedot lemak, cara yang instan dan paling aku inginkan untuk menurunkan berat badanku selain diet. Satu kata, mustahil. Tapi, kejadian pertama menurutku lebih mustahil dari yang kedua.
Sedikit cerita tentang Juno si Psiko
Oktober, 9 bulan lalu…..
Wajar saja hampir setiap siswa SMA 3 menganggap kami aneh. Bukan karena kami mahluk antisocial penggila facebook yang menghabiskan 16 jam setiap harinya atau 2/3 hidupnya di depan komputer. Ataupun seperti Juno (pacarku) , yang sesekali membawa hamster peliharaannya pada tempat pensil agar hewan pengerat itu bisa menemaninya mengerjakan soal biologi di sekolah. Tapi kami adalah mahluk normal seperti lainnya yang bernapas dengan hidung, bukan amphibi yang hidup didua alam. Mungkin, salah satu yang membedakan kami dengan siswa lainnya adalah kami dapat mengerjakan 60 soal fisika dan kimia dalam waktu 30 menit tanpa mencontek. Sepertinya itu yang menyebabkan kami sering disebut rumus berjalan atau anak indigo. Tapi, sungguh berlebihan jika kami disebut jenius, karena IQ kami masih standar. Setiap orang dapat menjadi pintar bukan karena otaknya yang besar tapi karena usahanya yang keras. Contohnya saja Dion. Dia bukan salah satu dari 10 orang terpintar di sekolah 6 bulan lalu, ulangan kimianya selalu dibawah tiga. Dan sekarang, setelah bergabung bersama kami, dia berhasil duduk diperingkat ke 30 dari 32 siswa, naik 2 peringkat dari semester lalu. Tapi kami tetap bangga padanya, setidaknya nilai kimianya kini di atas 3. Kami berpesta setelah mengetahui nilainya naik 0.3 setiap kali ulangan. Bukankah sekecil apapun perubahan kearah yang lebih baik adalah sebuah kemajuan. Meski kami khawatir pada kondisi psikisnya, karena dalam sehari dia bisa menghabiskan waktu untuk belajar kimia tak kurang dari 7 setengah jam. Satu kata, menyedihkan.
Sudah sekitar 3 jam aku disini, disebuah sanggar milik komunitas kami yang bernama, Komunitas Logika. Disini kami tidak membicarakan mitos, takhayul, dongeng, legenda, zodiac, ataupun segala sesuatu yang kurang irasional termasuk mempercayai adanya peri gigi ataupun sinter clause. Alasannya karena kami tidak ingin terlalu berharap pada sesuatu yang tidak pasti. Dan kami takut nilai fisika atau kimia kami turun akibat terlalu percaya pada sesuatu yang diluar logika.
Semua siswa SMA 3 tahu, jika kami selalu menghabiskan waktu selama tidak kurang dari 4 jam hanya untuk menghapal rumus-rumus, mencari jalan tercepat untuk menyelesaikan soal-soal, dan tak lupa mendiskusikan para ilmuan yang berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan, seperti Thomas Alpha Edison sampai James Watt.
Waktunya pulang, aku mulai merasa mual setelah menghapal lebih dari 34 rumus kimia dan matematika serta mempersentasikan karya ilmiahku sebelum mengikuti lomba di ITB.
“Mei, si Juno dah kesini blum?”,
“Blum liat, Ta!! Emang knapa Ta, kamu ngga beneran mo jalan ama dia kan?
“Ngga,,ngga,,apa sih, aku mau pinjem buku ko!”
“Bukan buku fiksi kan?”
“Bukan ko, tenang aja..”
Sedikit berbohong pada Mei mungkin sangat dimaafkan karena dia salah satu dari anggota Logika yang menghindari bacaan berbau fiksi atau khayalan, juga menghindari orang aneh seperti Juno. Ada tiga alasan mengapa Juno sangat aneh. Pertama, dia mengirim sekotak coklat yang sudah kadaluarsa dihari Halloween sebagai tanda cinta. Niat yang baik, namun sayang… membuatku hampir mati karena keracunan. Kedua, dia satu-satunya cowok di SMA 3 yang suka denganku, Dita Appriliani. Cewek 70 kg yang belum pernah pacaran selama hidupnya, kecuali dengan Rudi, teman khayalanku saat berusia 9 tahun. Ha ha ha. Aku bercanda tentang Rudi tapi aku tidak berbohong tentang aku yang belum pernah pacaran. Ketiga, Juno Nugroho. Kamu percaya kalau dia didaulat sebagai orang nomor 2 terpintar di SMA 3 selain Gina Putriyanda, wakil Indonesia untuk olimpiade Matematika se Asia Tenggara. Semua orang tahu itu. Tapi orang-orang belum tahu kalau dia itu psiko, lantaran memiliki lusinan hamster di rumahnya. Dan kamu ngga akan percaya kalau dia hapal satu persatu ke 85 nama hamsternya dan membuat pemakaman pribadi khusus hamsternya yang mati di belakang rumah. Informasi terbaru yang aku dapat bahwa dia sering berbicara dengan hamsternya dan menyuruh mereka untuk pipis di sebuah kotak berisi serbuk gergaji yang dia berinama toilet. Ini sungguh gila. Satu-satunya alasanku menerima cintanya adalah karena aku ngga mau disebut sebagai “cewek logika”yang ngga laku. Aku sangat bangga mematahkan mitos bahwa cewek-cewek logika ngga akan pernah berpacaran dengan cowok satu sekolah. Mungkin bukan mitos tapi sebuah keadaan yang mengerikan. Cewek-cewek logika di anggap aneh karena mereka lebih menyukai rumus fisika atau senyawa kimia daripada lelaki. Ha ha ha. Sepertinya aku sudah mulai gila.
Akhirnnya dia datang.
“Hai, hai Dit, kita beli es Cendol yuk?”
“What? Lo tau kan itu mengandung glukosa yang bisa ngebikin diabetes!!”, aku marah karena sudah 8 menit dia telat dan menawari minuman yang kemudian hari bisa membuatku mati membusuk.
“Maafin Juno ya?aku ketahuan bawa si Lola ke sekolah!!”
“Lola, hamster yang mana lagi tuh…?”(aku tak menyangka ada hamster yang namanya sama dengan nama pembantuku; Bi Lola)
“Masa kamu lupa, Lola tuh saudara kembarnya Loli!..aku dihukum gara-gara ketahuan”
“Ha ha ha….apa hukumannya apa No?”, nadaku mencair karena tak sabar menertawai hukuman yang dilakoni Juno
“Pastinya ngebersihin kotoran Lola lah, kayaknya dia diare ..ama mungutin 50 sampah plastik di sekitar sekolah”
“Ah…, ngga seru ah, ya dah deh kita pergi makan dulu trus langsung ke toko buku, ok?”
Kamipun segera pergi meninggalkan sanggar logika, berurusan terlalu lama dengan orang-orang terpintar di SMA 3 membuatku merasa bodoh.
…
Engga pernah aku berjalan sedekat ini dengan seorang cowok. Tapi aku takut ketahuan Mei, dia penggosip. Siapa tau dia membututi kami berdua. Lalu menulis di blog pribadinya tentang hubunganku dengan Juno atau menyebarkannya lewat e-mail kepada semua anak”logika”. Sudah ah, bosan berprasangka terus. Ketika sampai di depan pintu gerbang, ku lihat Vano. Tentunya bersama Amanda. Keduanya pasti sudah latihan teater bersama. Mmmm..asyiknya. Yang aku dengar, kalo drama Romeo n Juliet yang bakalan memeriahkan dies natalis SMA 3 itu dilakoni oleh mereka berdua.
Melihat mereka yang begitu lengket, membuat aku jadi sangat yakin untuk berpacaran dengan Juno meski terpaksa. Tapi Juno tidak seperti yang aku pikirkan selama ini. Dia ngga melihat seseorang dari wajah, body ,ataupun rambut panjangnya tapi dari hatinya. Dia melihatku dari sisi yang berbeda.Aku jadi teringat kata-kata mutiara yang berbunyi :
Jangan tertarik pada seseorang karena parasnya,sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Tertariklah pada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum yang dapat membuat hari-hari menjadi cerah, seperti Juno bukan Vano. Yup!! Juno membuatku tersenyum setiap saat oleh keabnormalannya atau mungkin kami punya latarbelakang yang sama yaitu suka fisika, kimia dan matematika.
Juno itu ibarat permen rasa coklat. Membuat aku tersenyum tapi aku lagi menghindari gula baru-baru ini. Jadi, sebaiknya aku jadikan Juno temanku saja setelah kami berpacaran 3 bulan. Setidaknya dengan aku memilih putus darinya, aku ngga disamakan lagi dengan hamster-hamster yang dimandikannya 2 kali sehari itu. Sekian tentang Juno, si psiko itu. Terlalu sering membicarakanya ngga baik untuk kondisi psikis.
Aku merasa nervous membuka situs pertemanan ini lagi, memastikan Vano mengenaliku sedikit saja, setidaknya masih dia mengenal aku sebagai salah satu murid SMA 3, ngga lebih. Apalagi bila dia menulis di dindingku atau bergabung dengan komunitas bongkar jiwa, pasti asyik mendiskusikan puisi romantis sambil makan keripik pedas SMP 1 dan minum coca cola. Aku mulai dengan mengisi user name, ok. Lalu setelahnya aku memulai dengan membuka situs facebook, mengisi e-mailku dita_logika3@yahoo.com dengan password: ************. Setelah connect, lalu aku mulai dengan melihat beranda dan memastikan ada pesan atau tidak. Sepertinya aku terlalu berharap. Ngga ada satu pesan pun darinya, bahkan dindingku juga masih kosong oleh isi hatinya kecuali Firna yang mengkomentari statusku yang sudah lama lajang dan Dogie (seperti nama anjing tetanggaku) yang mengomentari fotoku yang cute, katanya aku sedikit langsing ..Ahhhh
Daripada BT, lebih baik aku menulis puisi saja, tentunya pada komunitas bongkar jiwa. Aku berharap ngga ada yang muntah ataupun diare setelah membaca puisiku.
Bintang jatuh dipelupuk mataku
Bermuara harapan pada butir air mata yang kemudian jatuh
Meminta sebuah kata dari wajah yang seribu tahun membisu
Hanya kata bukan rangkaian sajak para pujangga
namun sepertinya sulit
Tak bisakah hari ini aku merangkai kata untuknya
Atau setahun lagi walaupun dipenghujung senja yang mempesona kelelawar untuk beranjak dari tempatnya yang gelap dan pengap juga bau
Menunggumu disini
Pada ketidakpastian yang membuatku jadi irasional, membenci fisika, kimia dan matematika.
Sepertinya tuhan hanya tertawa melihatku bosan
Menanti, menanti pada kebodohan yang sering mereka percaya.
Bintang jatuh.
Sudah satu tahun bintang jatuh itu mengusik kerasionalanku. Harusnya aku lebih percaya pada Hendrik yang mengatakan bahwa aku cantik padahal sebenarnya aku gemuk. Karena aku baru yakin kecantikan itu relative, orang yang gemuk seperti aku sekalipun, dapat terlihat cantik dimata orang lain. Sedangkan percaya pada bintang jatuh rasanya membuat diriku jadi terlena sehingga aku tidak berusaha dengan usahaku sendiri untuk mengenalnya, berusaha untuk bisa terlihat agak langsing atau cantik dimatanya. Aku lebih berharap pada bintang jatuh yang dia sendiri tak tau kemana ia jatuh.
Aku mulai bosan, aku tak membuka sedikitpun facebook Vano. Semuanya cukup jelas. Hari ini adalah hari yang aku tunggu, tapi kenyataannya tak seperti yang aku harap. Jadi inti dari semua ini adalah jangan terlalu percaya pada bintang jatuh atau apa saja yang membuatmu berharap terlalu jauh. Mungkin yang terpenting adalah usaha yang nyata bukan sekedar menunggu satu tahun dan berharap seseorang menjabat tanganmu dan memperkenalkan dirinya dengan suara lemah lembut yang membuatmu cengo selama hampir 30 detik. Itu mustahil.
Dipenghujung waktu sebelum aku keluar, ku tulis perasaan terburukku pada dinding.
“¬¬¬¬……… ….. ….. ………… … ……… ……”, tentunya ini rahasia, hanya aku dan teman-teman terdekatku yang tahu.
Lalu aku beranjak dari tempat itu karena sudah 1 jam dan aku tak kuat menahan air mata yang hampir jatuh ini. Ngga ada tissue, aku malu jika dilihat orang dan orang akan menganggapku gila karena menangis tanpa sebab. Untuk kedua kalinya aku bersikap lebay. Saat aku akan membuka pintu untuk keluar, dari arah berlawanan muncul laki-laki yang wajahnya tak asing mungkin juga bau pipis anjing.
Dalam sepertiga detik aku tahu dia adalah Reivano. Aku tentunya tersenyum kegirangan. Tapi Vano tidak menjabat tanganku dan memperkenalkan dirinya dengan suara lemah lembut yang membuatku cengo selama hampir 30 detik
“Eh..kamu..”, Vano cukup mengenaliku tapi ngga tahu namaku.
“Ka, kamu….anak SMA 3 kan?”, aku berharap-harap cemas dan pura-pura kenal
“Iya,…kamu siapa ya?aku lupa!”,malunya saat ditanya seorang Vano.
“Tunggu tunggu…., ehh..kamu yang minjemin aku topi itu kan, Di….Di ?
“Ya bener. Aku Dita, yang punya topi itu ”,aku agak bersemangat karena dia Vano bukan Juno si psiko itu.
“Maaf yah….gara-gara aku.. kamu kena hukuman…”
“Ngga apa-apa ko…gara-gara kamu.. aku ngga lupa lagi bawa topi!”
“Oh ya..kenalin, Vano.Topi kamu masih aku simpen ko!”
Ku jabat tangannya yang tak sehalus kelihatanya.
“Wah …beneran, emang kamu baik-baik aja pas udah makenya?atau jangan-jangan kamu lagi flu ya waktu itu?”
“Ko lo tahu waktu itu aku lagi flu…?
“He he he…”, aku hanya tertawa dan bersyukur dia ngga ilfil, mengingat topi yang dipakenya itu klo di itung itung.. dah 2 tahun ngga dicuci dan sedikitnya pernah dua kali nyemplung ke got yang airnya bening tapi bau pesing anjing.
Akupun bingung dengan ini semua, satu sisi aku sempat kecewa dengan keajaiban bintang jatuh, di sisi lain aku bertemu dengannya tepat 28 Juni, setahun setelah aku mengucapkan keinginan setelah bintang jatuh. Namun perkenalankupun bukan tanpa sebab, perkenalanku itu akibat usahaku sendiri, bukan seratus persen akibat bintang jatuh ataupun kebetulan belaka. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras, keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan. Maka, janganlah berhenti untuk berharap. Bukan pada bintang jatuh, tapi pada Tuhan. Ku kira itu cukup logis.
“Kamu rencana kuliah dimana Van?”, tanyaku sekedar basa-basi.
“UNPAS…”dia menjawab datar tapi aku sungguh kaget dan kurang sadar.
Satu kata, irasional.
Un logic.
Bersambung……
Cimahi, 13 juni 2009
dry
Posting Komentar untuk "Cerpen"